Beton bertulang

Aplikasi pemakaian beton bertulang.

Rajanya Semen

Icon Rajanya semen didukung dengan kwalitas semen bermutu

PT Semen Baturaja

Produsen tunggal semen bermutu untuk wilayah Sum-sel,Lampung,Jambi dan Bengkulu,Menunjang percepatan pembangunan Infrastruktur Sumatera Bagian selatan.

Jalan Layang Casablanca

Proses Joint Struktur

Konstruksi Jalan Layang

Ketepatan dan kekuatan Beton menjadi syarat utama dalam Konstruksi Beton

Mikroskopis Beton

Ikatan antara Agregat halus dan agregat kasar dengan pasta semen tanpa rongga .

Daftar isi

Jun 30, 2011

Kualifikasi Mutu Beton K dan Fc'

Satu kesalahan fatal dalam menterjemahkan Rencana Kerja dan Syarat-syarat ( RKS ) atau Bestek adalah menyamakan mutu karekteristik Beton K dengan mutu Beton Fc'.Jika dalam RKS tercantum misal Beton Fc' 22,5 Mpa kemudian memesan Beton mutu K 225 ...waahhh bisa ambruk tuh struktur...nyook kita liat apa bedanya...

Beton K 225 adalah beton yang diuji dengan benda uji kubus 150mm x 150 mm dengan kuat tekan 225 kg/cm2
Sedangkan beton Fc' 22,5 Mpa adalah beton yang diuji pada benda uji Silinder dengan  Diameter 150 mm x  Tinggi 300 mm,    Dalam hal ini fc’ didapat dari perhitungan konversi berikut ini. Fc’=(0,76+0,2 log fck/15) fck, dimana fck adalah kuat tekan beton (dalam MPa)


 Nilai Fc' 22.5 Mpa jika dikonversikan dalam Mutu K "Karakteristik"  ( kg/cm2 )
 22.5 x 10/0.83 = 271 kg/cm2
Jadi Fc' 22.5 setara dengan Beton K 271  ...Nah lohh jauh diatas K 225...

sebagai catatan Tingkat kekuatan suatu mutu beton dapat dikategorikan memuaskan jika :

  1. Nilai rata-rata dari semua pasangan benda uji yang terdiri masing masing dari 4 hasil uji kuat tekan tidak kurang dari ( Fc' + 0.82 S )
  2. Tidak ada satupun hasil uji kuat tekan beton rata rata dari dua benda uji Silinder dibawah 0.85 Fc' 

Proses Uji Kuat tekan Beton Mutu K dan Fc' di Lab Bahan dan Beton Tehnik Sipil Universitas Baturaja



Alat Uji Kuat tekan Beton 
( Lab Bahan dan Beton Fak Tehnik Sipil Universitas Baturaja )



Benda uji Beton Silinder dan Kubus setelah proses uji
( Lab Bahan dan Beton Fak Tehnik Sipil Universitas Baturaja )




Semen yang digunakan.Produk Semen Baturaja
( Lab Bahan dan Beton Fak Tehnik Sipil Universitas Baturaja )

Cement making



In cement plant, to produce cement need seven steps.

1.Crushing and Preblending.


In cement plant, most of the material need to be broken, such as limestone, clay, iron ore and coal, etc. Limestone is the largest amount of raw material in cement production, after mining the size of limestone is large, with high hardness, so the limestone crushing plays a more important role in cement plant.

                       image

2. raw material preparation

In cement plant, producing each 1 ton of Portland cement need grinding at least 3 tons of materials (including raw materials, fuel, clinker, mixed materials, gypsum). Grinding operation consumes power about 60% of total power in cement plants, raw material grinding takes more than 30%, while coal mill used in cement palnt consumes 3%, cement grinding about 40%. So choosing the right grinding mills in cement plant is very important.

3. raw materials homogenization

Adopting the technology of homogenization could rationally get the best homo-effect and afford an eligible production to the demand

4. preheating and precalcing

Preheater and calciner is key equipment for precalcing production technique.

5.burning cement clinker in a rotary kiln.

The calcination of Rotary Kiln is a key step of cement production , it makes directly influence on the quality of cement clinker.

6. cement grinding

Cement grinding is used for grinding cement clinker (and gelling agent, performance tuning materials, etc.) to the appropriate size (in fineness, specific surface area, said), optimizing cement grain grading, increasing the hydration area, accelerating the hydration rate to meet the requirements of cement paste setting, hardening.

7. cement packing









Jun 25, 2011

The Great Construction


SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung

SNI 03-2847-2002 tentang Tata cara perencanaan struktur beton untuk bangunan gedung ini semoga dapat bermanfaat. ( download Pdf: SNI 03-2847-2002)

SNI 03-4904-1998 METODE PENGUJIAN BOBOT ISI RONGGA UDARA DALAM AGREGAT

METODE PENGUJIAN 
BOBOT ISI DAN RONGGA UDARA DALAM AGREGAT
 SNI 03-4804-1998


RUANG LINGKUP : 

Metode ini mencakup ketentuan peralatan contoh uji, cara uji dan perhitungan berat isi dalam kondisi padat atau gembur dan rongga udara dalam agregat.

RINGKASAN :

Berat isi agregat adalah agregat persatuan isi ,Rongga udara dalam satuan Volume agregat adalah ruang diantara butir butir yang tidak diisi oleh partikel yang padat.

Peralatan :
1. Timbangan kapasitas 2 - 20 kg
2. Batang baja diameter 16 mm dan panjang 610 mm
3. Alat penakar kapasitas 2,8 - 100 liter 
4. Sekop atau Sendok serta Oven.

Contoh uji ditentukan jumlahnya mendekati 125-200 % dari jumlah yang diuji.dengan perhitungan isi mengunakan rumus :

M = ( G - T ) / V   atau  M = ( G - T ) x F

dimana :  M  =  Berat isi agregat kering Oven ( Kg/m3 )
               G  =  Berat agrerat dan penakar ( Kg )
               T   =  Berat penakar.(kg )
               V   =  Volume penakar ( m3)
               F   =  Faktor penakar (m3 )

Rumus agregat kering permukaan :

MssD  = M {( 1 + ( A + 100 ) }

Dimana : 
                MssD  = berat isi kering permukaan dalam (kg/m3)
                M      = berat kering oven  dalam ( kg/m3 )
                A      = Absorsi dalam %

Kadar Rongga Udara :
[ ( S x W ) ]  /  ( S x W ) x 100 % 

Dimana :   
               M  =  Berat isi dalam kondisi kering oven ( kg/m3 )
               S  =  Berat jenis agregat kering 
               W =  Kerapatan air ; 998 ( kg/3 )
               

Cara Pengujian :

1. Cara Tusuk : 
Isi penakar 1/3 dari volume takaran dan ratakan kemudian tusuk 25 x dan isi kembali sampai volume 2/3 ,ratakan kemudian tusuk kembali 25x, kemudian isi kembali sampai penuh dan tusuk lagi 25x lalu ratakan.

2. Cara Ketuk.
Isi takaran dengan agregat dalam 3 tahapan padatkan setiap  dalapisan/tahapan dengan mengetuk 50 kali kelantai,ratakan dan tentukan berat penakar dan isinya.

3. Cara Sekop.
Isi takaran dengan agregat secara berlebihan kemudian ratakan dan tentukan berat penakar dab isinya. 

SNI 03-1969-1990 METODE PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT KASAR

METODE PENGUJIAN 
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT KASAR 
 SNI 03-1969-1990


RUANG LINGKUP : 

Metode pengujian ini dilakukan pada tanah jenis agregat kasar, yaitu yang tertahan oleh saringan berdiameter 4,75 mm (saringan No. 4). 

RINGKASAN : 

Metode ini sebagai pegangan dalam pengujian untuk menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis semu dan penyerapan dari agregat kasar. Tujuannya untuk 
memperoleh angka berat jenis tersebut dan angka penyerapan. 
Peralatan yang digunakan antara lain keranjang kawat No. 6 atau No. 8, tempat air, timbangan, oven, saringan No. 4. Benda uji adalah agregat yang tertahan oleh saringan berdiameter 4,75 mm (saringan No. 4), yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara
penempatan, sebanyak kira-kira 5 kg. Prosedur pengujian meliputi tahapan sebagai berikut: cuci benda uji, keringkan dalam oven, 
kemudian dinginkan. Timbang dengan ketelitian 0,5 gr (Bk), rendam benda uji dalam air selama 24 jam. Selanjutnya keluarkan benda uji dari air lalu ditimbang benda uji kering permukaan jenuh (Bj), letakkan benda uji di dalam keranjang dan goncangkan batunya lalu tentukan beratnya di dalam air (Ba). Kemudian hitung berat jenis curah, berat jenis kering - permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan dengan menggunakan rumus-rumus berikut: 

Berat Jenis curah                                  =  Bk / Bj - Ba 
Berat jenis kering - permukaan jenuh   =  Bj / (B – Ba) 
Berat jenis semu                                   =  Bk /(Bk – Ba) 
Penyerapan                                          =  100 ( Bj – Bk) /Bk 

Bk  :  berat benda uji kering oven; 
B :  berat benda uji kering oven permukaan jenuh; 
Bj  :  berat benda uji kering oven permukaan jenuh di dalam air; 

Hasil pengujian ini dapat digunakan dalam pekerjaan; penyelidikan quarry agregat; perencanaan campuran, pengendalian mutu beton, perencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan jalan.

SNI 03-1968-1990 METODE PENGUJIAN TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR

METODE PENGUJIAN  
TENTANG ANALISIS SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR 
SNI 03-1968-1990

RUANG LINGKUP : 

Metode pengujian ini mencakup jumlah dan jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. 

RINGKASAN : 

Metode ini digunakan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan saringan, tujuannya  untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah persen-tase butiran. Analisa saringan agregat ialah penentuan persen-tase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian
angka-angka prosentase di-gambarkan pada grafik pembagian butir. 
Peralatan yang digunakan ; timbangan, satu set saringan, oven, alat pemisah, mesin guncang jaringan, talam dan alat lainnya. 
Benda uji berupa jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempatan banyak. Berat minimum benda uji harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 

Agregat halus terdiri dari ; 
•  ukuran maksimum 4,76 mm; berat minimum 500 gram 
•  ukuran maksimum 2,38 mm; berat minimum 100 gram 

Agregat kasar antara lain terdiri dari ; 
• ukuran maksimum 3,5"; berat minimum 35 kg 
• ukuran maksimum 2,5"; berat minimum 25 kg 
• ukuran maksimum 1"; berat minimum 10 kg. 

Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi dua bagian dengan saringan no. 4. Prosedur pengujian meliputi tahapan sebagai berikut ; benda uji dikeringkan dalam oven, dengan suhu (110 +5) derajat celcius, sampai berat tetap. Saring benda uji lewat susunan saringan 
dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan paling atas, saringan di-guncang dengan tangan atau mesin selama 15 menit kemudian hitung prosentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing saringan terhadap berat total benda uji setelah disaring. Hasil pengujian ini dapat digunakan antara lain: untuk penyelidikan  quarry agregat, untuk perencanaan campuran 
dan pengendalian mutu beton. 

Jun 22, 2011

Konstruksi Jembatan

 Konstruksi jembatan Suramadu disini

Jun 19, 2011

Semen Gresik

PT Semen Gresik (Persero) Tbk. adalah pabrik semen yang terbesar di Indonesia. Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus 1957 oleh Presiden RI pertama dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Pada tanggal 8 Juli 1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya serta merupakan BUMN pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Sampai dengan tanggal 30 September 1999 komposisi kepemilikan saham berubah menjadi Pemerintah RI 51,01%, Masyarakat 23,46% dan Cemex 25,53%. Pada Tanggal 27 Juli Juli 2006 terjadi transaksi penjualan saham CEMEX S.S de. C.V pada Blue valley Holdings PTE Ltd. Sehingga komposisi kepemilikan saham sampai saat ini berubah menjadi Pemerintah RI 51,01%, Blue Valley Holdings PTE Ltd 24,90%, dan masyarakat 24,09%. Saat ini kapasitas terpasang Semen Gresik Group (SGG) sebesar 16,92 juta ton semen per tahun, dan menguasai sekitar 46% pangsa pasar semen domestik. PT Semen Gresik (Persero) Tbk memiliki anak perusahaan PT. Semen Padang (Persero) dan PT. Semen Tonasa (Persero). Semen Gresik Group merupakan produsen semen terbesar di Indonesia

Produk
  1. Semen Portland Tipe I. Dikenal pula sebagai ordinary Portland Cement (OPC), merupakan semen hidrolis yang dipergunakan secara luas untuk konstruksi umum, seperti konstruksi bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus, antara lain : bangunan, perumahan, gedung-gedung bertingkat, jembatan, landasan pacu dan jalan raya.
  2. Semen Portland Tipe II. Di kenal sebagai semen yang mempunyai ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya untuk bangunan di pinggir laut, tanah rawa, dermaga, saluran irigasi, beton massa dan bendungan.
  3. Semen Portland Tipe III. Semua jenis ini merupakan semen yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal yang tinggi setelah proses pengecoran dilakukan dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin. Misalnya digunakan untuk pembuatan jalan raya, bangunan tingkat tinggi dan bandar udara.
  4. Semen Portland Tipe V. Semen jenis ini dipakai untuk konstruksi bangunan-bangunan pada tanah/air yang mengandung sulfat tinggi dan sangat cocok untuk instalasi pengolahan limbang pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir.
  5. Special Blended Cement (SBC). Semen khusus yang diciptakan untuk pembangunan mega proyek jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) dan cocok digunakan untuk bangunan di lingkungan air laut. Dikemas dalam bentuk curah.
  6. Portland Pozzolan Cement (PPC). Semen Hidrolis yang dibuat dengan menggiling terak, gypsum dan bahan pozzolan. Digunakan untuk bangunan umum dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang. Misalnya, jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi dan fondasi pelat penuh.

Semen Baturaja

PT Semen Baturaja (Persero) berdiri pada tanggal 14 November 1974, dengan akte notaris Jony Frederick Berthol Tumbelaka Sinjal No. 34, dengan pemegang saham  PT Semen Padang (55 %) & PT Semen Gresik (45 %).
Pada tahun 1978 pemerintah memberikan penyertaan modal yang mengubah status hukum perusahaan menjadi PT (Persero) dengan susunan modal sebagai berikut :
  • Pemerintah RI : 88 %
  • PT Semen Gresik (Persero) : 7 %
  • PT Semen Padang (Persero) : 5 %
Pada tahun 1991 berdasarkan PP Nomor : 3 tahun 1991, susunan modal PT Semen Baturaja berubah menjadi 100 % milik Pemerintah RI dengan mengambil alih saham - saham yang semula dimiliki oleh PT Semen Gresik dan PT Semen Padang.
Studi kelayakan pendirian pabrik Semen Baturaja dimulai pada tahun 1974 dan pembangunan secara fisik dimulai pada tahun 1978 di tiga lokasi, yaitu :
  1. Baturaja, tempat penambangan bahan mentah dan pabrik pengolahan sampai bahan setengah jadi berupa terak / klinker.
  2. Palembang, pabrik penggilingan terak menjadi semen dan sekaligus pengantongan.
  3. Panjang, pabrik penggilingan terak menjadi semen dan pengantongan serta pabrik pembuatan kantong semen.
Pembangunan fisik pabrik selesai akhir tahun 1980, diresmikan pengoperasiannya tanggal 29 April 1981, dan selanjutanya pabrik dinyatakan beroperasi secara komersil mulai tanggal 1 Juni. 1981

Semen Padang

ImagePT Semen Padang merupakan pabrik semen tertua di Indonesia yang didirikan pada tanggal 18 Maret 1910 dengan nama NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappi (NV NIPCM). Pabrik mulai berproduksi pada tahun 1913 dengan kapasitas 22.900 ton per tahun, dan pernah mencapai produksi sebesar 170.000 ton pada tahun 1939 yang merupakan produksi tertinggi pada waktu itu.

Ketika Jepang menguasai Indonesia tahun 1942-1945, pabrik diambil alih dengan menajemen Asano Cement, Jepang. Pada waktu kemerdekaan tahun 1945 pabrik diambil alih oleh karyawan dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia dengan nama Kilang Semen Indarung. Pada agresi militer 1 tahun 1947, pabrik dikuasai kembali oleh Belanda dan namanya diganti menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappij (NV PPCM).

ImageBerdasarkan PP No. 50 tanggal 5 Juli 1958, tentang penentuan perusahaan perindustrian dan pertambangan milik Belanda dikenakan nasionalisasi, maka NV Padang Portland Cement Maatschappij dinasionalisasikan dan selanjutnya ditangani oleh Badan Pengelola Perusahaan Industri dan Tambang (BAPPIT) Pusat. Setelah tiga tahun dikelola oleh BAPPIT Pusat, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 135 tahun 1961 status perusahaan diubah menjadi PN (Perusahaan Negara). Akhirnya pada tahun 1971 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 menetapkan status Semen Padang menjadi PT Persero dengan Akta Notaris No. 5 tanggal 4 Juli 1972.

Berdasarkan Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 5-326/MK.016/1995, Pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga Pabrik semen milik Pemerintah yaitu PT Semen Tonasa (PTST), PT Semen Padang (PTSP) dan PT Semen Gresik (PTSG), yang terealisir pada tanggal 15 September 1995, sehingga saat ini PT Semen Padang berada dibawah PT Semen Gresik Tbk (Semen Gresik Group).

Sejarah semen

Konon, pada zaman Kerajaan Romawi Kuno, semen dihasilkan dari mencampur batu kapur dengan abu vulkanis dari gunung berapi. Ramuan semen yang dinamai pozzuolana ini ditemukan di daerah Pozzuoli, Italia. Sejak kerajaan Romawi runtuh, sekitar tahun 1100 – 1500, ramuan semen ini hilang ditelan bumi. Setelah itu, perkembangan semen di masing-masing negara berbeda-beda. Di Inggris, sekitar tahun 1700-an Masehi, seorang ahli teknik bangunan dari Inggris, John Smeaton, kembali menemukan ramuan ini. Lalu ia mencoba adonan semen baru yang memanfaatkan batu kapur dan tanah liat, dan diaplikasikan ketika ia membangun sebuah menara. Namun sayang, hasil ramuan ini tidak lantas dipatenkan oleh Smeaton. Yang mematenkan justru orang lain, seorang ahli teknik yaitu Joseph Aspdin tahun 1824. Nama patennya adalah Semen Portland. Penamaannya dibuat seperti ini karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah di Pulau Portland, Inggris. Ramuan semen Portland inilah yang sekarang banyak diaplikasikan oleh produsen. Ada 8 tipe semen yang kini dikenal yaitu : Portland Tipe I hingga V, Super Mansory Cement, Portland Pozzolan Cement, dan Oil Well Cement. 

Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo daro dan Harappa di India ataupun bangunan kuno yang dijumpai di Pulau Buton
Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli , Italia Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana
.

Pabrik semen di Australia.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang di toko-toko bangunan.
Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.
Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi. Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga berbentuk partikel-partikel kecil mirip bedak
.

Pengaduk semen sederhana.
Lazimnya, untuk mencapai kekuatan tertentu, semen portland berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.
Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit berdiri tanpa bantuan beton.
Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.

Jun 16, 2011

Fly Ash

1. Improved Fresh Concrete Properties
The “Ball Bearing” effect of Fly Ash particles create a lubricating action when concrete is in its plastic state. This creates benefits in:
Workability
Concrete is easier to place and responds better to vibrations to fill forms and voids more completely. Hence, better compaction.
Ease in paving
The extended setting time of Fly Ash – based concrete allows it to be properly compacted and finished with lesser energy and without problems, even in the hottest climate.
2. Reduced Permeability
Reduced water demand, increased density and long term pozzolanic action of Fly Ash which ties up free time results in fewer bleed channels and decreases permeability. Lower permeability offers resistance to Chloride ion penetration and prevents corrosion of reinforcement.
3. Reduced Heat Of Hydration
The delayed pozzolanic reaction between Fly Ash and lime generates less heat, resulting in reduced thermal cracking. When Fly Ash is used to replace Portland cement, Fly Ash decreases the total amount of heat generated. It also delays the peak rate of heat generated by which time the green concrete has considerably higher strength to resist thermal cracks.
4. Improved Pumpability
More paste volume and spherical shape of Fly Ash particles aids easy pumping of concrete.
5. Improved Sulphate and Chloride Resistance
Reduced permeability of concrete results in reduced entry of sulphate and chloride ions in concrete. By consuming the Calcium Hydroxide in course of pozzolanic action it checks conversion of Monosulphoaluminate into Ettringite.

Chloride Diffusion
The use of Fly Ash as a partial replacement of cement significantly reduces the co-efficient of chloride diffusion of concrete. Two reasons are suggested:
(i) the smaller pore and capillary structure of Fly Ash concrete and the ongoing pozzolanic reaction which makes the pores even smaller and capillaries discontinued, ensuring a reduced quantity of chlorides to diffuse through the concrete,
(ii) due to an increased amount of calcium aluminate which is a product of the pozzolanic reaction of fly ash with the cement, more chlorides are chemically bound in the cement matrix rendering them harmless.
Chloride Ingress
The denser nature of Fly Ash concrete greatly reduces the amount of Chlorides penetrating the concrete structure and therefore the extent of the attack is lessened, extending the life span of the structure. Results of the research show clearly that, both in an accelerated and real life environment, Fly Ash concrete is superior to a plain cement concrete of the same strength with up to 60% reduction in corroded area in the case of a 35M Pa concrete with 25mm cover in an accelerated environment over a period of six years. This phenomenon is even more emphasized when the cover is increased to 44mm where the steel reinforcement in the 30% Fly Ash concrete only showed 2% corrosion against a 100% corrosion of the steel in the OPC concrete after six years, although the correlation between accelerated environment and real life exposure has not been fully established yet, it is thought that a one year accelerate exposure in the FAMCET translates to five years in real life.
6. Reduced Risk of Alkali Aggregate Reaction
Fly Ash combines with alkalis from cement that might otherwise combine the silica from and potential alkali reactive aggregates causing destructive expansion.
7. Increases Long Term Strength
Fly Ash continues to combine with free lime released during hydration of cement thereby increasing structural strength over a period of time. Upon filling the voids Fly Ash densifies the matrix, increasing points of contact, this increases the tensile strength of concrete. Hence there is an increase in flexural strength.The weakest link in the concrete micro structural chain is the aggregate matrix transition zone, this happens because at that transition zone the number of surface irregularities allow for collection of water, therefore, this is the prime site for the formation of Calcium Hydroxide crystals. These crystals are oriented and fail easily. On addition of Fly Ash the interface is strengthened because the Calcium Hydroxide is consumed in pozzolanic activity and there results the cementitious binding gel C-S-H.
8. Better Concrete Finish
More paste volume and lesser bleeding and segregation of concrete during placement and compaction leads to better finishing and texturing.
9. Reducing Bleeding and Segregation
Improved cohesiveness and reduced water demand of Fly Ash concrete reduces bleeding and segregation. Fewer bleed channels decreases porosity and improve resistance of concrete against chemical attack.
10. Reduced Shrinkage
The largest contributor to drying shrinkage in water content. The lubricating action of Fly Ash reduces water content and thereby drying shrinkage. 

Comments

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More